Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dampak Bonus Demografi Terhadap Pembangunan Indonesia

Dampak bonus demografi bagi pembangunan Indonesia bisa positif atau negatif. Pemerintah bersama seluruh rakyat tentunya harus memanfaatkan peluang ini demi menuju Indonesia Emas 2045.
Indonesia Emas tahun 2045 menurut BKKBN 
Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), periode bonus demografi Indonesia dimulai sejak tahun 2020 hingga tahun 2045. Dalam rentang 25 tahun tersebut, penduduk usia produktif Indonesia jauh lebih banyak daripada penduduk bukan usia produktif.

Populasi penduduk produktif Indonesia atau mereka yang berusia 14-65 tahun, mencapai 70 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Sementara mereka yang berusia tidak produktif hanya 30 persen.

Usia 14-65 tahun disebut produktif karena pada usia tersebut, seseorang dianggap sudah bisa bekerja dan menghasilkan uang. Sebaliknya mereka yang berumur 0-14 tahun serta 65 tahun ke atas dianggap tidak memadai sebagai manusia produktif.

Penduduk usia produktif yang mencapai 70 persen mulai tahun 2020, merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Struktur populasi penduduk tersebutlah yang bisa mengantarkan bangsa kita menuju Indonesia Emas tahun 2045.

Indonesia pada tahun 2045, memasuki usia emas. Tepat pada tahun 2045, Indonesia genap berusia 100 tahun sejak mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1945.


Hanya saja yang wajib diketahui, dengan populasi penduduk produktif 70 persen, tidak serta merta atau otomatis membawa Indonesia menjadi negara sejahtera, makmur, dan kuat pada 2045.

Bonus demografi yang Indonesia dapatkan bagai pedang bermata dua. Bisa berdampak positif bagi pembangunan Indonesia atau sebaliknya, berdampak negatif dan berujung bencana kependudukan.

Struktur penduduk Indonesia memang unggul secara kuantitas dengan populasi usia produktif tersebut. Akan tetapi apabila hal ini tidak diikuti dengan kualitas penduduk, maka bonus tersebut justru hanya akan menjadi beban Indonesia.

Bonus demografi jika dikelola dengan baik, maka akan berdampak positif; penduduk Indonesia makmur dan sejahtera, kesehatan membaik dan harapan hidup meningkat, masyakarat Indonesia bahagia. Ekonomi Indonesia melejit dan menjadi salah satu negara termaju di dunia.

Sebaliknya jika dikelola dengan tidak baik, maka Indonesia bisa menjadi negara gagal. Pengangguran meledak, kemiskinan meluas, kriminalitas bertambah parah, penduduk Indonesia menderita.

Oleh karena itu, penduduk berusia produktif, haruslah benar-benar produktif. Penduduk berusia 14-65 tahun harus benar-benar menjadi manusia Indonesia yang berkualitas. Nah lantas bagaimana agar keunggulan kuantitas penduduk, bisa diikuti kualitas?

Tentu saja jawabannya adalah sumber daya manusia (SDM). Pemerintah Indonesa harus benar-benar berupaya agar seluruh masyarakat Indonesia harus mau dan mudah mengakses pendidikan yang berkualitas.

Jangan ada lagi yang tidak atau putus sekolah. Seluruh masyarakat Indonesia harus berada di bangku pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pemerintah harus mengatur agar biaya pendidikan dijangkau semua kalangan.

Selain biaya pendidikan terjangkau, pemerintah juga harus bisa membiayai masyarakat kurang mampu dalam berbagai bentuk program seperti misalnya beasiswa bagi penduduk kurang mampu.

Pada kenyataannya di lapangan ditemukan, ternyata persoalan putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh persoalan ekonomi atau orang tua yang kurang mampu. Tapi justru masalahnya adalah pada pola pikir akan mindset orang tua yang tidak sadar pendidikan sangat penting.

Padahal untuk mengubah masa depan keluarga, masa depan Indonesia, pendidikan menjadi syarat utama. Mereka yang ingin keluar dari kemiskinan, ya harus melalui jalur pendidikan.

Setelah membawa anak bangsa duduk di bangku sekolah, yang harus dipastikan adalah pendidikan yang diperoleh mereka haruslah berkualitas dan berakhlak tentunya.

Jangan sampai sudah banyak yang sekolah, tapi justru pendidikan di sekolah yang kurang pas. Dalam hal ini, pemerintah harus mempertajam filosofi pendidikan dan menyusun kurikulum pendidikan yang tepat yang berujung sampai di ruang kelas antara guru dan murid.


Upaya ini harus dilakukan berjenjang dari dasar hingga pendidikan tinggi. Tidak hanya dari aspek kognitif atau pengetahuan, tetapi juga kualitas akan diukur dari sikap atau akhlak peserta didik.

Terlebih di era revolusi 4.0, selain harus menyiapkan pendidikan yang berakhlak berintegritas, pemerintah harus mampu menghadirkan pendidikan yang adaptif dengan zaman. Penduduk usia produktif harus melek digital bahkan menjadi pakar di berbagai bidang industri.

Jika penduduk produktif yang mencapai 70 persen itu diiisi penduduk yang berkualitas dari sisi akhlak moral, berintegritas, intelek, serta banyak pakar teknologi digital di dalamnya, maka Indonesia Emas 2045 benar-benar menjadi EMAS.

Posting Komentar untuk "Dampak Bonus Demografi Terhadap Pembangunan Indonesia"